DARI Said bin Zubair, dari Ibnu Abbas; ia berkata, bersabdalah Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), “Tiada suatu kaum itu mengurangi takaran, mengelabui timbangan kecuali Allah akan mencegah hujan kepada mereka. Dan tiada nampak perzinaan pada suatu bangsa kecuali akan timbul maut atas mereka. Tidak lahir pada suatu kaum perbuatan riba kecuali Allah akan mengangkat penguasa yang gila. Tiada muncul pembunuhan pada suatu bangsa kecuali Allah akan memberi kekuasaan kepada musuh-musuh mereka. Dan tiada timbul suatu perbuatan homoseksual kecuali akan timbul pada mereka kehinaan (kemusnahan). Dan tiada suatu bangsa meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar, kecuali amal-amal mereka tidak akan terangkat dan doa-doa mereka tidak didengarkan.” (HR.Tabrani).
Prediksi Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) ini sudah disampaikan 14 abad lamanya dan rupanya telah menjadi kenyataan hari ini. Kasus-kasus sosial dan moral; mengurangi takaran/ timbangan, legalnya perzinahan, riba, pembunuhan, perbuatan homoseksual, dan meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar bisa kita rasakan hari ini. Bahkan akhir-akhir ini kasus-kasus tersebut banyak sekali dilansir oleh media massa.
Fenomena ini disadari atau tidak, namun kenyataan membuktikan semakin hari problematika masyarakat makin tambah pelik akibat fitnah-fitnah tersebut.
Diceritakan oleh Urwah dari Aisyah ra dalam Musnad-nya, “Telah datang ke tempatku, Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم), beliau tampak sedih. Saya mengetahui dari wajahnya, bahwa beliau sedang dirisaukan oleh sesuatu. Beliau tidak berbicara hingga berwudhu, lalu keluar. Saya tetap tinggal di kamar. Kemudian beliau naik ke mimbar, lalu membaca tahmid dan berkhutbah: “Wahai saudara-saudara, sesungguhnya Allah Subhanahu wa-ta’ala (سبحانه و تعالى) berfirman kepada kalian: “Serukanlah kebaikan dan cegahlah kemungkaran sebelum kalian berdoa kepada-Ku. Kalau tidak, Aku tidak akan menjawab kalian (tidak mengabulkan) ketika kalian memohon pertolongan kepada-Ku, Aku tidak akan menolongmu, kalau kalian minta, Aku tidak akan memberimu’.”
Hadits di atas menginformasikan kepada kita betapa dahsyat akibatnya, jika seorang mukmin ‘meninggalkan kewajiban beramar ma’ruf nahi munkar di tengah kehidupan masyarakatnya. Di mana Allah tidak akan mengabulkan doa-doanya. Disamping Allah juga tidak akan memberikan pertolongan-Nya di saat-saat dibutuhkan-Nya. Tentunya, untuk menyikapi kondisi sosial semacam ini kita harus melakukan muhasabah(instropeksi diri). Tidak perlu menuding sana menuding sini, dan siapa yang harus disalahkan. Akan tetapi secara jantan, kita harus berani mengakui kealfaan kita dan perbuatan dosa kita. Sikap ini harus dilakukan sebelum Allah benar-benar menghisab kita kelak di hari pembalasan yang amat berat itu.
Sudahkah kita melakukan amar ma’ruf nahi munkar? Sudahkah para pemimpin kita melakukan amar ma’ruf nahi mungkar? Sikap ini harus dimiliki semua orang. Dari tingkat presiden, menteri, pejabat eselon, anggota dewan, manager, pengelola TV/Koran, rektor, kepala sekolah, bupati, camat, lurah, ketua RT hinggap kepala rumah tangga.
Tidak pantas rasanya kita mencari kambing hitam untuk menyelesaikan persoalan ini. Marilah secara arif kita tumbuhkan rasa kasih sayang dan sampaikan amar ma’ruf di tempat kita dan di tempat kekuasaan kita, secepatnya melakukan taubatan nasuha, sebelum maut menjemput kita atau malapetaka lebih besar ditimpahkan kepada kita.
Imam Ahmad menyebutkan dari Umar bin Khaththab ra mengatakan, “Hampir negeri itu dihancurkan padahal ia makmur.”
Ditanya, “Mengapa akan dihancurkan sedangkan ia subur?”
Ia menjawab, “Karena orang-orang yang jahat di situ mengungguli orang-orang yang baik, dan orang-orang munafik telah memimpin suku bangsa di sana.”
Apa yang dikatakan Umar itu bukan telah menjadi kenyataan. Fenomena sekarang bisa dilihat. Suami istri berselinkuh, ayah menghamili anak, anak memperkosa ibunya, homoseksual dan lesbian merajalela. Bahkan diseminarkan, dikampanyekan terang-terangan dan film-nya dipamerkan dengan difasilitasi media massa.
Seks remaja bebas di jalanan tanpa rasa malu dan sedikit orang mengingatkan maksiat terang-terangan seperti ini. Masyarakat seolah menerima ketika waria, kaum homo/lesbi mendaftar menjadi wakil rakyat. Seolah menandakan perilaku mereka sudah benar menurut agama. Sementara di sisi lain, lembaga-lembaga amar ma’ruf nahi munkar dimusuhi (juga difasilitasi media massa). Jika mereka berani melakukan aksinya, pers, polisi, pemerintah dan LSM menyebutkan organisasi pelaku kekerasan.
Nabi sendiri jauh-jauh sudah memperingatkan, “Akan datang suatu masa, saat hati seorang mukmin bagaikan meleleh sebagaimana garam mencair dalam air.”
Melelehnya orang mukmin, dikarenakan ia melihat kemungkaran dan kedhaliman, tetapi ia membiarkannya begitu saja. Tanpa ada kemauan untuk merubahnya. Seolah sekarang ini ‘mafia’ kamaksiatan telah terorganisir dengan apik dan teratur secara sistemik. Sampai orang-orang mukmin, seolah ‘tak berdaya’ untuk melakukan tindakan pengembalian manusia tersesat dari jalan Allah (inabah).
Ketika para artis melawan –bahkan melecehkan fatwa ulama– ketika mereka diingatkan apa yang dilakukannya itu keliru. Dan lagi-lagi, fitnah zaman seperti ini justru difasilitasi media massa..
Puncak kondisi sosial semacam ini, maksudnya bila kaum mukmin sudah tidak lagi mampu melakukan amar makruf nahi mungkar, tunggu saatnya Allah akan menghacur-leburkan dan meluluh-lantakkan ummat manusia tersebut dengan meratanya siksaan (musibah). Sebagaimana dikatakan Nabi, “Tiada suatu kaum berbuat maksiat di tengah-tengah mereka (orang-orang mukmin), sedangkan mereka lebih kuat dan lebih banyak daripada yang berbuat itu, kecuali Allah akan meratakan pada mereka siksanya.”
Dalam banyak riwayat, Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) mengingatkan masalah wanita dan aurat. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) mengatakan, “Demi Allah yang diriku di tangan-Nya, tidaklah akan binasa ummat ini sehingga orang-orang lelaki menerkam wanita di tengah jalan (dan menyetubuhinya); dan di antara mereka yang terbaik pada waktu itu berkata, “Alangkah baiknya kalau saya sembunyikan wanita ini di balik dinding ini.”
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la tersebut di atas akan menjadi kenyataan, manakala ummat manusia telah melegalkan dan menghalalkan perzinahan dan pakaian mewah. (Shahih Bukhari). Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam (صلى الله عليه و سلم) juga pernah mengatakan, tidak hanya perzinahan, akan tetapi ummat manusia telah melegalkan juga akan minuman yang memabukkan dengan segala rekayasanya. (Musnad Ahmad dan Sunan Abu Dawud, dishahihkan oleh al-Albani).
Pada zaman ini ummat manusia banyak yang mengindap penyakit bakhil. Mereka mau berkorban, bila ada maunya saja. Niat ikhlas karena Allah, mereka gantikan dengan kepentingan-kepentingan pribadinya. Ummat Islam lebih suka memperindah masjid-masjidnya. Bahkan karena masalah sepele, mereka dengan teganya memutuskan tali persaudaraan sesama muslim.
Selain itu adalah semakin banyaknya penyanyi-penyanyi wanita, yang semakin berani membuka auratnya (HR.Thabrani, dishahihkan oleh al-Albani).
Sekarang, semua sudah dinampakkan di depan mata kita. Ketika para artis melawan –bahkan melecehkan fatwa ulama– ketika mereka diingatkan apa yang dilakukannya itu keliru. Dan lagi-lagi, fitnah zaman seperti ini justru difasilitasi media massa.
Telah banyak tanda-tanda yang dikabarkan dalam hadits Nabi. Dan telah banyak pula di antara tanda-tanda itu diperlihatkan di sekitar kita. Sementara belum banyak yang kita lakukan untuk perbaikan zaman