“Wahai Rasulullah barang-barang di kota Madinah mengalamai
kenaikan harga” keluh seorang sahabat Nabi suatu hari, “tentukanlah
harga” ia melanjutkan. Mendengar hal ini Nabi Muhammad -shalallahu ‘alaihi wa sallam- tidak lantas melakukan penentuan harga, namun memberikan sebuah wejangan bijak: “sesungguhnya Allah lah yang menjadikan harga naik atau turun,” setelah itu beliau kembali dipinta untuk menentukan harga, dan beliau memerintahkan sahabat untuk berdoa kepada Allah.
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi ini
mengandung berbagai pelajaran penting yang sayang jika tidak didulang
terlebih saat ini; di tengah maraknya pro-kontra kenaikan BBM.
Sikap Rakyat Terhadap Kenaikan Harga
Perintah Rasulullah kepada seorang yang meminta stabilitasi
harga untuk berdoa kepada Allah menunjukkan bahwa kenaikan harga
merupakan timbal balik perbuatan hamba yang tidak sesuai dengan
keinginan sang pencipta. Maka hendaknya segenap rakyat dalam kejadian
ini melakukan instropeksi diri: kesalahan apa yang diperbuat sehingga
Allah menghendaki kesulitan bagi rakyat negeri ini.
Kalau mau menyelidiki kemungkinan apa yang membuat
pemerintah menaikkan harga -dalam kasus ini bbm- statemen bahwa perilaku
rakyat juga termasuk faktor melambungnya harga bukanlah sekedar isapan
jempol. Kemungkinan pemerintah menaikkan harga hanya ada dua: Pemerintah
melakukannya tersebut secara lalim atau menaikkan harga dengan
pertimbangan yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan.
Jika Pemerintah melakukannya secara lalim, maka di berbagai
tempat di dalam al-Quran disebutkan bahwa pemerintah yang lalim
sejatinya buah dari rakyat yang lalim pula.
Sebut saja surat QS. Al-An’am: 129 (yang artinya): Demikianlah Kami kuasakan orang-orang yang zhalim itu satu sama lain, sebagai akibat dari perbuatan mereka” .
Para ulama dari kalangan ahli tafsir menegaskan bahwasanya
pemimpin lalim di sebuah negeri merupakan balasan bagi rakyat yang
lalim. Sedangkan di dalam Hadits Rasulullah bersabda, “Tidaklah
orang-orang mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan
disiksa dengan kelaliman penguasa, kehidupan yang susah, dan paceklik.” (H.R Ibnu Majah)
Dari sinilah terkenal ungkapan “Kama takunu yuwalla ‘alaikum”
‘sebagaimana keadaan kalian demikian pula keadaan pemimpin kalian.’
Pemahaman seperti inilah yang dipahami oleh para ulama dan para pemimpin
Islam sedari dulu, Imam Ali misalkan beliau berujar kepada orang yang
mengkritik roda pemerintahannya :
“Karena saat Abu Bakar dan Umar menjadi khalifah,
mereka didukung oleh orang-orang seperti aku dan Utsman, namun saat
Utsman dan aku yang menjadi khalifah, pendukungnya adalah kamu dan
orang-orang sepertimu.”
Menyoal kemungkinan kedua yaitu pemerintah menaikan harga
dengan prosedur yang benar serta amanah, maka dalam hal ini menjadikan
rakyat sebagai kambing hitam atas kenaikan harga juga bukan pendapat
yang salah. Karena pemerintah tidak akan menaikkan harga jika dalam
keadaan makmur dan sejahtera (contoh: saudi 1 liter sekitar 1500
rupiah), semua itu terjadi di masa-masa sulit seperti sekarang dan
faktor kesulitan yang dialami sebuah negeri dijelaskan di dalam
al-Quran disebabkan oleh tingkah laku penduduk negeri.
Allah berfirman (yang artinya), “Jikalau Sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.”(Al-A’raf:96)
lantas apa yang membuat Indonesia sebuah negara dengan
penduduk Muslim terbanyak terhimpit kesulitan dan belum diberikan
kesejahteraan? mungkin alasannya ada di potongan ayat berikutnya “tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya,” ya, kita masih jauh dari keimanan dan
ketaqwaan.
Melihat kenyataan di atas mestinya kita berhenti menggerutu
atas kinerja pemerintah dan mulai memperbaiki diri, keluarga dan
masyarakat sekitar. Hal yang paling penting untuk di perbaiki adalah
masalah Tauhid (meng-esakan Allah dalam Ibadah), karena sejatinya
kemakmuran individu bahkan negara tergantung sejauh mana seseorang itu
ataupun sebuah negara menegakkan Tauhid, mengenai hal ini Allah
berfirman (yang artinya),
“Maka apabila mereka mengarungi (lautan) dengan kapal
mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan agama bagi-Nya; kemudian
tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, mereka (kembali)
mempersekutukan (Allah), (QS al-‘Ankabuut:65)
Kaum musyrikin saja diselamatkan Allah dalam perjalanan
mereka ketika bertauhid meskipun sebentar maka bagaimana dengan yang
mentauhidkan Allah siang dan malam?
Moga dengan bertauhid Allah menganggkat derajat kita dan
negeri ini, memberikan kita pemimpin yang baik dan memperbaiki para
pemimpin kita sehingga tercapailah cita cita kita bersama: “baldatun toyyibatun wa robbun gofur.”